PUISI-PUISI KU

Batam, 10072012

TENTANG RASA YANG PERNAH ADA

Rasanya terlahir jadi manusia jelata merupakan kebahagiaan untuk menyapa,

Di pagi yang cerah matahari tersenyum menyemprotkan cahaya,

Kehangatan terpadu kesejukan pagi yang berkabutkan embun,

Cahayamu mengintip dari deretan kabut embun yang kian mengurai oleh aliran kehangatanmu,

Keramahan pagi ini menghiasi suasana hati, ketika 20 tahun yang lalu ku mengayuh sepeda butut ku,

Sepanjang jalanan ku tebarkan senyum dan rasa hormatku kepada yang tertua, tak peduli itu siapa,

Ada rasa bangga dan bahagia, mengembang dalam sekat ruang kalbuku,

Hanya rasa tulus sembari berharap, Tuhan tahu saya bangga pada Mu semoga keramahan itu milik Mu juga,

20 tahun yang lalu kini sudah bergeser pada tiga generasiku yang kubangggakan,

Ada rasa kehilangan, ada rasa kecemasan, ada rasa ketakutan,

Rasa yang pernah kubanggakan, rasa yang pernah ku lekatkan, rasa yang pernah ku kenangkan,

Namun hanyalah Allah segala yang pernah ku tanamkan dan hanya Allahlah tahu yang terbaik dalam kecemasan terhadap generasi masa depan dunia ini.

Aku tidak bermimpi dan berharap, tetapi itu pengakuan dan nilai tanpa arti,

Ketika kusadari aku manusia jelata, hanya bangga dengan rasa dan karya,

Tidak juga untuk di beri tanda atau lencana, tetapi untuk dicerna faedahnya,

Di kenang kebaikannya, di tera namanya akan kebijaksanaannya, akan kerendahan hatinya,

memberikan katrol penyemangat hidupnya.


ALBUM KRIDA

GELISAH KU GELISAH MU

Pada hari-hari yang telah lalu,
Terkadang egois itu muncul dan membabibuta,
Ketika pagi datang terlambat dengan muka cemberut dan masam,
Lalu berjalan terdiam kaku dan sorot mata yang penuh dengan kebencian,
Ada satu jiwa dan karakter yang masih murni tentang keakuannya, tentang ketidakmampuannya, tentang kekuasaannya, tentang pengalamannya, tentang pola pikirnya, tentang rindu rasa penghormatannya, tentang rasa kewenangannya, tentang kewibawaannya, seketika muncul tak beraturan dalam sisi gelap kepribadiannya.

Aku terdiam merenung dan sesaat aku beranjak,
dengan langkah pongah dan acuh tak acuh (cuek) inikah yang akan ku tiru, dalam hatiku menggerutu,
apakah ini yang selalu dilakuakan pada setiap atasan-atasan itu,
sering saya dengar kabar serupa tentang kapasitas dan kadar yang mereka sebutkan dalam setiap perbincangan,
ada satu kesamaan namun aku juga tidak menelan begitu saja serapahan yang termuntahkan,
lalu ku coba mengorek bagaimana perbedaan antara kadar dan dosis..?
Rupanya sampai pada satu kesimpulan kebanyakan dari mereka adalah kadarnya sama dosisnya yang berbeda.

Semakin hari kesadaran akan datang menghampiri, ketika itu tidak lagi perlukan arti,
Ada rasa takut, ada rasa sesal diri, ada rasa gelisah, mengapa aku tidak bisa mencuri hati kerendahanku?
Mangapa aku terlalu takabur dan kaku, seolah aku akan memiliki selamanya?
Mengapa aku curang dan tidak jujur dalam memberi panutan kepada mereka?
Mengapa mereka mencibir, menghidar dariku seakan aku sumber petaka baginya?
Mangapa aku egois dan seolah diriku yang paling benar dan harus tunduk mereka pada ku?
Aku jadi ragu akan kepemimpinanku, adakah mereka tahu kecurangan ku?

Aku jadi gelisah adakah mereka mengerti, sesungguhnya aku takut mereka menyaingiku?
Aku jadi gelisah dan tidak suka kalau mereka tahu, sesungguhnya permainanku tentang untung yang kuraih dalam kuasaku?
Aku jadi takut dan gelisah jikalau mereka mengadu akan kebodohanku, dan kuitansi-kuitansi fiktifku yang aku setempel dengan buatan bendaharaku?
Ohh,...Tuhan gelisahku semoga bukan malapetakaku,?

Tapi aku tidak ada ragu dan takut sedikitpun tentang gelisah ku, karenanya aku dapat restu,
Kuperjuangkan demi jabatan ini, untuk memberikan sebagian hasilku untuk memperkuat dan bertahan dalam kurun waktu yang tidak menentu,
Kuperjuangkan demi jabatan ini, loyalitas dan dedikasiku dalam kedekatanku di setiap saat dan kesempatan untuk bisa bertahan demi aman dan nyaman.

Sesaat ku tersentak dalam lamunan yang tidak nyaman,
Seorang teman sejawat perempuan, memanggil dengan lugas tegas dan sedikit keras,
“Anda dipanggil pimpinan, segera manghadap sekarang!”
Begitu perintah yang kuterima, dalam hati ku berusaha menganalisa, adakah berkait dengan sikapku yang acuh tak acuh, adakah berkait dengan tugas pokoku yang memang sudah over,
Dan apakah mereka tahu dalam benaku tentang pandanganku tentang kepemimpinan itu?
Terlalu subyektif aku mendeteksi perasaanku, mungkin informasi yang baik, akan datang hari ini tentang gelisah ku,
“Bapak hari ini gaji ke 13 sudah cair dan bisa di cek dan tolong amprahnya ambil di kantor dinas?”

Terkadang begitu misterius sebuah kepemimpinan, dengan kolaborasi karekter pribadi dengan paduan keibuan,
Ada rasa sesal tentang su udzon, tentang penilaian sisi gelap, ternya masih ada sisi terang yang bisa menyiram bagian dari kegelapannya.

Oleh: Supriyadi, S.Pd